Masapemerintahan Hasanuddin, Banten berkembang menjadi pusat perdagangan di Selat Sunda, beliau juga memperluas kekuasaan Banten ke daerah penghasil lada di Sumatera. Maulana Hasanuddin digantikan oleh putranya yang bernama Maulana Yusuf di tahun 1570-1580, dibawah kekuasaaannya wilayah Banten menjadi lebih luas dengan menaklukkan Kerajaan
a Kehidupan Politik. Dalam waktu yang cukup lama tidak dapat diketahui perkembangan keadaan Kerajaan Sunda selanjutnya. Kerajaan Sunda baru muncul kembali pada abad ke-11 (1030) ketika di bawah pemerintahan Maharaja Sri Jayabhupati. Nama Maharaja Sri Jayabhupati terdapat pada Prasasti Sanghyang Tapak yang ditemukan di Pancalikan dan
KerajaanSunda Meliputi Sejarah, Kehidupan Politik, Kehidupan Kebudayaan, Raja - Raja dan Peninggalannya Secara Lengkap By Admin June 12, 2020 Post a Comment Di wilayah Jawa Barat muncul Kerajaan Sunda yang diduga merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanegara yang runtuh pada abad ke-7.
NJCN7. Di wilayah Jawa Barat muncul Kerajaan Sunda yang diduga merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanegara yang runtuh pada abad ke-7. Berita munculnya Kerajaan Sunda dapat diketahui dari Prasasti Canggal yang ditemukan di Gunung Wukir, Jawa Tengah berangka tahun 732 M. Prasasti dan Kitab tentang Kerajaan Sunda Dalam Prasasti Canggal disebutkan bahwa Sanjaya telah mendirikan tempat pemujaan di Kunjarakunja daerah Wukir. Ia adalah anak Sanaha, saudara perempuan Raja Sanna. Dalam Kitab Carita Parahyangan, dinyatakan bahwa Sanjaya adalah anak Raja Sena yang berkuasa di Kerajaan Galuh Sekarang Ciamis. Suatu ketika terjadi perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Rahyang Purbasora, saudara seibu dengan Raja Sena. Raja Sena berhasil dikalahkan dan melarikan diri ke Gunung Merapi beserta keluarganya. Selanjutnya Sanjaya, putra Sanaha berkuasa di Galuh. Beberapa waktu kemudian, Sanjaya pindah ke Jawa Tengah menjadi raja di Mataram, sedangkan Sunda dan Galuh diserahkan kepada putranya Rahyang Tamperan. Sampai sekarang para ahli masih berbeda pendapat mengenai keterkaitan antara tokoh Sanna dan Sanjaya di dalam Prasasti Canggal dengan Raja Sena dan Sanjaya di dalam kitab Carita Parahyangan. Kehidupan Politik Kerajaan Sunda Dalam waktu yang cukup lama tidak dapat diketahui perkembangan keadaan Kerajaan Sunda selanjutnya. Kerajaan Sunda baru muncul kembali pada abad ke-11 1030 ketika di bawah pemerintahan Maharaja Sri Jayabhupati. Nama Maharaja Sri Jayabhupati terdapat pada Prasasti Sanghyang Tapak yang ditemukan di Pancalikan dan Bantarmuncang di tepi sungai Citatih, Cibadak, Sukabumi. Prasasti itu berangka tahun 952 Saka 1030 M, berbahasa Jawa kuno, dengan huruf Kawi. Isinya antara lain menyebutkan bahwa Maharaja Sri Jayabhupati Jayamanahen Wisnumurti Samararijaya Sakalabhuwanamandalesrananindita Haro Gowardhana Wikramottunggadewa berkuasa di Prahajyan Sunda. Prasasti Sanghyang Tapan juga berisi pembuatan daerah terlarang di sebelah timur Sanghyang Tapak Daerah itu berupa sebagian dari sungai, yang ditandai dengan batu besar di bagian hulu dan hilir oleh Raja Jayabhupati penguasa Kerajaan Sunda. Di daerah larangan itu, orang tidak boleh menangkap ikan dan segala hewan yang hidup di sungai tersebut. Siapa yang berani melanggar larangan itu, ia akan dikutuk oleh dewa. Ia terkena kutukan yang mengerikan, yakni akan terbelah kepalanya, terminum darahnya dan terpotong-potong ususnya. Tujuannya, mungkin untuk menjaga kelestarian lingkungan agar ikan dan binatang lainnya tidak punah. Berdasarkan gelar yang digunakannya, menunjukkan adanya kesamaan dengan gelar Airlangga di Jawa Timur. Selain itu, masa pemerintahannya juga bersamaan. Ada dugaan bahwa di antara kedua kerajaan itu ada hubungan atau pengaruh. Namun, Sri Jayabhupati menegaskan bahwa dirinya sebagai Haji ri Sunda Raja di Sunda. Dengan demikian jelas, bahwa Jayabhupati bukan merupakan raja bawahan Airlangga. Pada masa pemerintahan Sri Jayabhuptai, pusat kerajaan Sunda ialah Pakwan Pajajaran. Akan tetapi tidak lama kemudian pusat kerajaanya dipindahkan ke Kawali daerah Cirebon sekarang. Kawali dekat dengan Galuh, yakni pusat Kerajaan Sunda masa Sanjaya. Agama yang dianut Sri Jayabhupati ialah Hindu aliran Wisnu atau Hindu Waisnawa. Hal ini dapat diketahui dari gelarnya yaitu Wisnumurti Agama yang sama juga dianut oleh Airlangga. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa pada abad ke-11 agama yang berkembang di Jawa adalah Hindu Waisnawa. Setelah masa pemerintahan Jayabhupati, pada tahun 1350 yang menjadi raja di kerajaan Sunda adalah Prabu Maharaja. Ia mempunyai seorang putri bernama Dyah Pitaloka. Putri itu akan dijadikan istri oleh Raja Majapahit, Hayam Wuruk. Raja Sunda bersama para pengiringnya datang ke Majaphit mengantarkan putrinya untuk menikah. Akan tetapi, Gajah Mada menginginkan agar putri itu dipersembahkan sebagai tanda takluk. Akhirnya timbul perang. Gajah Mada ingin memaksanakan kehendaknya, sebab Kerajaan Sunda adalah satu-satunya kerajaan yang belum tunduk di bawak kekuasaan Majapahit. Ini berarti, Sumpah Palapa tidak bisa terwujud sepenuhnya. Kebetulan, Raja Sunda datang untuk menikahkan putrinya dengan Hayam Wuruk. Ini adalah kesempatan yang baik untuk menaklukkan Sunda. Prabu Maharaja berperang melawan tentara Majapahit yang dipimpin Gajah Mada di daerah Bubat pada tahun 1357. Kekuatan tentara Sunda tidak seimbang dengan kekuatan tentara Gajah Mada. Dalam pertempuran itu, Raja Sunda bersama para pengiringnya terbunuh. Kematian Raja Sunda dan pengiringnya membuat Raja Hayam Wuruk merah besar kepada Gajah Mada. Gajah Mada kemudian diberhentikan sebagai Maha Patih Majapahit, sejak itulah hubungan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada retak. Prabu Maharaja digantikan oleh putranya yang bernama Rahyang Niskala Wastu Kancana. Menurut kitab Carita Parahyangan, pada waktu terjadi peristiwa Bubat, Wastu Kancana baru berumur 5 tahun. Ia tidak ikut ke Majapahit, karena itu selamat dari kematian. Dalam pemerintahan, Wastu Kancana diwakili oleh Rahyang Bunisora yang berlangsung sekitar 14 tahun 1357-1371. Setelah naik takhta, Wastu Kancana sangat memerhatikan kesejahteraan rakyatnya. Ia memerintah sesuai dengan undang-undang, dan taat pada agamanya. Oleh karenanya, kerajaan aman dan makmur. Masa pemerintahan Wastu Kancana cukup lama 1371-1471. Pengganti Wastu Kancana adalah Tohaan di Galuh atau Rahyang Ningrat Kancana. Ia memegang pemerintahan selama tujuh tahun 1471-1478. Setelah itu, Kerajaan Sunda berada di bawah pemerintahan Sang Ratu Jayadewata 1482-1521. Pada prasasti Kebantenan, Jayadewata disebut sebagai Susuhunan di Pakwan Pajajaran. Pada prasasti Batutulis, Sang Ratu Jayadewata disebut dengan nama Sri Baduga Maharaja. Ia adalah putra Ningrat Kancana. Di bawah pemerintahan Sang Ratu Jayadewata, Kerajaan Sunda mencapai puncak kejayaannya. Ia membuat sebuah telaga yang diberi nama Telaga Rena Mahawijaya. Ia juga memerintahkan membuat parit di sekeliling ibukota kerajaan yang bernama Pakwan Pajajaran. Raja Sri Baduga memerintah berdasarkan kitab hukum yang berlaku saat itu, sehingga kerajaan menjadi aman, tenteram dan sejahtera. Sang Ratu Jayadewata, telah memperhitungkan adanya pengaruh Islam yang makin meluas di Kerajaan Sunda. Untuk mengantisipasinya, Sang Ratu menjalin hubungan dengan Portugis di Malaka. Dari berita Portugis, dapat diperoleh keterangan bahwa pada tahun 1512 dan 1521, Ratu Samiam dari Kerajaan Sunda memimpin perutusan ke Malaka untuk mencari sekutu. Pada waktu itu, Malaka telah berada di bawah kekuasaan Portugis. Salinan gambar prasasti Batu Tulis dari buku The Sunda Kingdom of West Java From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with the Royal Center of Bogor Pada tahun 1522, perutusan Portugis di bawah pimpinan Hendrik de Leme datang ke Kerajaan Sunda. Pada waktu itu, Kerajaan Sunda berada di bawah pemerintahan Ratu Samiam. Ratu Samiam menurut para ahli sama dengan Prabu Surawisesa yang disebut dalam kitab Carita Parahyangan. Masa pemerintahannya berlangsung dari tahun 1521 -1535. Jika hal itu benar, pada waktu ia memimpin perutusan ke Malaka, Surawisesa Ratu Samiam masih putra mahkota. Pada masa pemerintahannya, terjadi serangan tentara Islam, di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin dari Kerajaan Banten. Beberapa kali tentara Islam berusaha merebut ibukota Kerajaan Sunda, tetapi belum berhasil. Pada tahun 1527, Sunda Kelapa yang merupakan pelabuhan terbesar Kerajaan Sunda jatuh ke tangan tentara Islam. Akibatnya, hubungan pusat Kerajaan Sunda di pedalaman dengan daerah luar terputus. Satu persatu, pelabuhan Kerajaan Sunda jatuh ke tangan kekuasaan Kerajaan Banten, sehingga raja Sunda terpaksa bertahan di pedalaman. Prabu Surawisesa digantikan oleh Prabu Ratu Dewata 1535 -1543. Kerajaan Sunda hanya bertahan di pedalaman. Pada masa itu, sering terjadi serangan terhadap Kerajaan Sunda dari Kerajaan Banten. Hal ini sesuai dengan kitab Purwaka Caruban Nagari, berkaitan dengan sejarah Cirebon. Dalam naskah tersebut, dinyatakan bahwa pada abad ke-15 di Cirebon telah berdiri perguruan Islam, jauh sebelum Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati berdakwah menyebarkan agama Islam. Ratu Dewata kemudian digantikan oleh Sang Ratu Saksi 1543-1551. Ia seorang raja yang kejam dan senang berfoya-foya. Ratu Saksi, kemudian digantikan oleh Tohaan di Majaya 1551-1567. Ia juga seorang raja yang suka berfoya-foya dan mabuk-mabukan. Raja terakhir kerajaan Sunda ialah Nusiya Mulya. Kerajaan Sunda sudah lemah sekali sehingga tidak mampu bertahan dari serangan tentara Islam dari Banten, dan runtuhlah Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Kehidupan Sosial Ekonomi Kerajaan Sunda Berdasarkan kitab Sanghyang Siksakandang Karesian, kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Sunda dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain sebagai berikut 1. Kelompok Rohani dan Cendekiawan Kerajaan Sunda Kelompok rohani dan cendekiawan adalah kelompok masyarakat yang mempunyai kemampuan di bidang tertentu. Misalnya, brahmana yang mengetahui berbagai macam mantra, pratanda yang mengetahui berbagai macam tingkat dan kehidupan keagamaan, dan janggan yang mengetahui berbagai macam pemujaan, memen yang mengetahui berbagai macam cerita, paraguna mengetahui berbagai macam lagu atau nyanyian, dan prepatun yang memiliki berbagai macam cerita pantun. 2. Kelompok Aparat Pemerintah Kerajaan Sunda Kelompok masyarakat sebagai alat pemerintah negara, misalnya bhayangkara bertugas menjaga keamanan, prajurit tentara, hulu jurit kepala prajurit. 3. Kelompok Ekonomi Kerajaan Sunda Kelompok ekonomi adalah orang-orang yang melakukan kegiatan ekonomi. Misalnya, juru lukis pelukis, pande mas perajin emas, pande dang pembuat perabot rumah tangga, pesawah petani, dan palika nelayan. Pada masa kekuasaan raja-raja Sunda, kehidupan sosial ekonomi masyarakat cukup mendapatkan perhatian. Meskipun pusat kekuasan Kerajaan Sunda berada di pedalaman, namun hubungan dagang dengan daerah atau bangsa lain berjalan baik. Kerajaan Sunda memiliki pelabuhanpelabuhan penting, seperti Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda kelapa, dan Cimanuk. Di kota-kota pelabuhan tersebut diperdagangkan lada, beras, sayur-sayuran, buah-buahan, dan hewan piaraan. Di samping kegiatan perdagangan, pertanian merupakan kegiatan mayoritas rakyat Sunda. Berdasarkan kitab Carita Parahyangan dapat diketahui bahwa kehidupan ekonomi masyarakat Kerajaan Sunda umumnya bertani, khususnya berladang berhuma. Misalnya, pahuma paladang, panggerek pemburu, dan penyadap. Ketiganya merupakan jenis pekerjaan di ladang. Aktivitas berladang memiliki ciri kehidupan selalu berpindah-pindah. Hal ini menjadi salah satu bagian dari tradisi sosial Kerajaan Sunda yang dibuktikan dengan sering pindahnya pusat Kerajaan Sunda. Kehidupan Masyarakat Kerajaan Sriwijaya Kehidupan Budaya Kerajaan Sunda Kehidupan masyarakat Kerajaan Sunda adalah peladang, sehingga sering berpindah-pindah. Oleh karena itu, Kerajaan Sunda tidak banyak meninggalkan bangunan yang permanen, seperti keraton, candi atau prasasti. Candi yang paling dikenal dari Kerajaan Sunda adalah Candi Cangkuang yang berada di Leles, Garut, Jawa Barat. Hasil budaya masyarakat Kerajaan Sunda yang lain berupa karya sastra, baik tulis maupun lisan. Bentuk sastra tulis, misalnya Carita Parahyangan; sedangkan bentuk satra lisan berupa pantun, seperti Haturwangi dan Siliwangi. Anda telah membaca artikel tentang "Kehidupan Masyarakat Kerajaan Sunda" yang telah dipublikasikan oleh Ruang Pintar. Semoga menambah wawasan dan bermanfaat.
Kerajaan Pajajaran â Sejarah dalam berdirinya kerajaan Pajajaran merupakan kerajaan yang bercorak Hindu. Kerajaan tersebut diperkirakan didirikan pada sekitar tahun 923 oleh Sri Jayabhupati. Di mana letak Kerajaan Pajajaran? Kerajaan ini terletak di wilayah Parahyangan Sunda. Lalu bagaimana dengan cerita sejarah, dari mulai masa kejayaan, masa runtuhnya, cerita kehidupan, silsilah raja beserta peninggalannya? Simak penjelasan berikut ini! Sejarah Kerajaan Pajajaran Kerajaan Pajajaran merupakan kerajaan yang tercatat oleh Tom Peres pada tahun 1513 M dalam The Suma Oriental. Kerajaan ini merupakan kerajaan yang terletak di Parahyangan Sunda dan Pakuan yang menjadi ibu kota Sunda. Sejarah Kerajaan Pajajaran Sesuai yang tulisan yang ada di The Suma Oriental, bahwa ibu kota dari Sunda mempunyai sebutan dengan Dayo atau Dayeuh. Kerajaan Pajajaran merupakan lanjutan dari Kerajaan-kerajaan terdahulu, yang meliputi Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh dan juga ada Kerajaan Kawali. Pada sekitar tahun 1400-an, kondisi Majapahit semakin lemah dan banyaknya pemberontakan dan juga perebutan kekuasaan antara saudara kerap terjadi. Hingga pada saat Prabu Kertabumi terjatuh Brawijaya V, banyak para pengungsi yang menuju ke ibu kota Kerajaan Galuh yang berada di wilayah Kawali, Kuningan, Jawa Barat. Pengungsi tersebut merupakan kerabat dari Kerajaan Majapahit. Pada saat itu Raden Baribin diterima dengan tangan terbuka oleh Raja Dewa Niskala. Raden Baribin merupakan saudara dari Prabu Kertabumi ia juga telah menikah dengan Ratna Ayu Kirana yang merupakan salah satu putri dari Raja Dewa Niskala. Bulan hanya itu, ternyata Raja juga menikah dengan salah satu rombongan Raden Baribin yang ikut mengungsi. Tetapi dengan adanya pernikahan tersebut Raja Susuktunggal, raja yang berasal dari Kerajaan Sunda tidak terima. Ia menganggap bahwa Dewa Niskala sudah melanggar peraturan, dimana aturan tersebut sudah dibuat sejak peristiwa Bubat. Peraturan tersebut berisikan âJika orang Sunda-Galuh tidak boleh dan dilarang menikah dengan orang yang berasal dari keturunan Majapahitâ. Sehingga peperangan hampir akan terjadi dengan dua raja yang merupakan besan tersebut. Penyebab peperangan tidak terjadi adalah karena dewan penasehat berhasil mendamaikan kedua raja tersebut, yakni dengan keputusan terakhir jika kedua raja harus turun tahta mereka dan mereka berdua harus bersedia menyerahkan tahta mereka pada putera yang sudah dipilih. Pada saat itu Dewa Niskala memilih Jayadewa yang merupakan anaknya, untuk meneruskan kekuasaannya. Sedangkan untuk Prabu Susuktunggal ia juga memilih orang yang sama. Sehingga hasil akhirnya ialah Jayadewa berhasil mempersatukan kedua kerajaan tersebut. Jayadewa mulai memerintah pada sekitar tahun 1482 dengan gelar Sri Baduga Maharaja. Masa Kejayaan Kerajaan Pajajaran Masa Kejayaan Kerajaan Pajajaran mencapai puncak kejayaan pada saat masa kepemimpinan Sri Baduga Maharaja atau Sri Siliwangi. Ia dikenal sebagai seorang raja yang tidak pernah punah dan selalu hidup di hati secara abadi dan pikiran para Masyarakat Jawa Barat. Hal ini dikarenakan Maharaja tersebut membangun sebuah karya besar yang diberi nama Maharena Wijaya. Tidak hanya itu, Maharaja juga membuat jalan yang digunakan untuk menuju ibukota Pakuan dan Wanagiri. Pertahanan ibu kota yang diperkuat serta memberikan desa yang perdikan untuk semua pendeta dan pengikutnya, sehingga hal tersebut dapat menyemangati kegiatan beragama dan menjadi pemimpin kehidupan para rakyat. Sri Baduga Maharaja juga memberikan perintah untuk membangun antara lain adalah sebagai berikut. Kabinihajian atau Kaputren, Kesatriaan atau Asrama Prajurit, menambah kekuatan angkatan perang, mengatur pemungutan upeti dari para raja yang berada di bawahnya dan menyusun undang-undang kerajaan. Dari segi pembangunan bisa dilihat dalam prasasti Kebantenan dan juga Batutulis. Batutulis tersebut mengisahkan juru pantuin Dan penulis Babad yang masih bisa kita lihat sampai sekarang, tetapi ada beberapa atau sebagian lagi sudah hilang. Runtuhnya Kerajaan Pajajaran Runtuhnya Kerajaan Pada tahun 1579 Kerajaan Pajajaran mengalami masa runtuhnya. Kerajaan tersebut hancur diakibatkan oleh penyerangan yang dilakukan oleh Kerajaan Sunda Kesultanan Banten. Kehancuran dari Kerajaan ini ditandai dengan Pindahnya Palangka Sriman Sriwacana atau singgasana raja dari pangkuran Pajajaran ke Keraton Surosowan yang ada di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu yang memiliki besar 200 x 160 x 20 cm tersebut dipindahkan ke wilayah Banten, karena pada saat itu tradisi politiklah yang membuat Pakuan Pajajaran tidak bisa menobatkan Raja baru dan menjadi tanda bahwa Maulana Yusuf merupakan penerus dari Kerajaan Sunda yang sah, hal tersebut dikarenakan buyut perempuannya ada Putri Sri Baduga Maharaja. Singgasana Raja atau Palangka Sriman Sriwacana dapat kita lihat di depan bekas dari Keraton Surosowan yang ada di daerah Banten. Masyarakat disana menyebutnya dengan nama Watu Gilang yang memiliki arti Mengkilap. Setelah persekutuan yang terjadi antara Kesultanan Demak dan Cirebon, ajaran agama Islam juga mulai memasuki wilayah Parahyangan dan hal tersebut menimbulkan keresahan dari Jaya Dewata, sehingga ia membatasi pedagang muslim yang ingin masuk ke Pelabuhan kerajaan Sunda. Hal ini dimaksudkan agar pengaruh islam terhadap pribumi dapat diperkecil. Tetapi hal yang terjadi malah sebaliknya, dimana pengaruh dari agama Islam jauh lebih kuat dari yang dibayangkan. Hal ini menyebabkan Pajajaran berkoalisi dengan Portugis agar bisa mengimbangi Kesultanan Demak dan Cirebon. Pajajaran memberikan kebebasan untuk melakukan perdagangan dengan bebas di Pelabuhan Kerajaan Pajajaran, tetapi dengan imbanlan yakni berupa bantuan militer apabila Kesultanan Demak dan Cirebon melakukan penyerangan. Pada tahun 1524 Kekuasaan Pajajaran resmi jatuh ke tangan Kesultanan Banten, dimana pada saat itu Pasukan Demak yang bergabung dengan Cirebon mendarat di Banten sehingga ajaran Islam yang dibawa oleh para pendatang dapat menarik perhatian masyarakat bahkan sampai ke pedalaman Wahanten Girang. Sesudah berhasil dikalahkan oleh Kesultanan Banten, para punggawa Istana menetap di Lebak dan hidup di pedalaman dengan memakai cara kehidupan mandala yang ketat dan kelompok masyarakat tersebut masih ada hingga sekarang, atau yang biasanya kita kenal sebagai Suku Baduy. Kehidupan Kerajaan Pajajaran Kehidupan yang ada pada masyarakat Kerajaan Pajajaran dibagi menjadi 3 aspek yakni, Aspek Politik, Aspek Ekonomi dan Aspek Sosial dan Budaya. Berikut ini merupakan penjelasan dari masing-masing aspek yang ada! Kehidupan Politik Kerajaan Pajajaran Kehidupan Politik Sistem pemerintahan yang ada pada kerajaan Pajajaran hanya dapat diketahui oleh beberapa orang raja saja. Berikut ini merupakan bentuk-bentuk sistem pemerintahan dari raja-raja yang memerintah kerajaan Pajajaran! Maharaja Jayabhupati Dalam prasasti ditulis maharaja Jayabhupati menyebut dirinya Haji Ri sunda. Sebutan ini mempunyai tujuan yakni untuk meyakinkan kedudukannya sebagai raja kerajaan Pajajaran. Raja Jayabhupati memeluk agama Hindu beraliran waisnawa. Pusat pemerintahannya diperkirakan berada di wilayah Pakuan Pajajaran yang kemudian dipindahkan ke Kawali. Rahyang Niskala Wastu Kencana. Raja tersebut naik tahta untuk menggantikan raja Maharaja Jayabhupati. Pusat pemerintahannya terletak di wilayah Kawali dan istananya disebut dengan Surawisesa. Rahyang Dewa Niskala Raja Dewa Niskala atau Rahyang Ningrat Kencana adalah raja yang menggantikan Rahyang Niskala Wastu Kencana. Akan tetapi tidak diketahui bagaimana sistem Pemerintahannya. Sri Baduga Maharaja Sri Baduga Maharaja tersebut bertahta di pakuan pajajaran. Pada masa pemerintahannya terjadi pertempuran yang sangat besar, pertempuran tersebut terdapat di dalam kitab Pararaton dan disebut dengan Perang Bubat. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1357 M. Dalam pertempuran itu, semua pasukan pajajaran gugur termasuk dengan raja Sri Baduga sendiri beserta putrinya. Hyang Wuni Sora Raja tersebut berkuasa untuk menggantikan Raja Sri Baduga Maharaja yang telah wafat. Setelah ia berturut-turut digantikan oleh Prabu Niskala Wastu Kencana 1371-1474 M, Tohaan 1475-1482 M yang berkedudukan di Galuh, Ratu Jay Dewata 1482-1521 M. Ratu Samian atau Prabu Surawisesa Pada masa Pemerintahannya, yakni pada tahun 1512 M dan 1521 M, ia berkunjung ke Malaka dengan tujuan untuk meminta bantuan portugis dalam rangka menghadapi kerajaan demak. Tetapi bantuan yang diharapkan itu ternyata sia-sia. Karena pelabuhan terbesar yang ada di kerajaan pajajaran, yaitu Sunda Kelapa sudah dikuasai oleh pasukan kerajaan demak dibawah pimpinan Fatahilah. Sehingga mengakibatkan, hubungan Pajajaran dengan dunia luar terputus. Prabu Ratu Dewata 1535-1543 Raja tersebut memerintah untuk menggantikan Prabu Surawisesa. Pada masa pemerintahannya, juga terjadi berbagai serangan dari kerajaan Banten yang dipimpin oleh Maulana Hasanudin, dibantu oleh anaknya Maulana Yusuf. Berkali-kali pasukan Banten Islam berusaha merebut ibukota Pajajaran tahun 1579 M. Peristiwa ini mengakibatkan runtuhnya kerajaan hindu Pajajaran di Jawa Barat. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Pajajaran Kehidupan Ekonomi Masyarakat yang berada di Kerajaan Pajajaran bertahan hidup dengan bercocok tanam, ladang yang menghasilkan beras, buah-buahan, sayuran, lada dan juga pelayaran dan perdagangan. Dimana Kerajaan tersebut mempunyai 6 pelabuhan penting yang terdiri antara lain, Sunda Kelapa yang berada di Jakarta, Pontang, Tamgara, Pelabuhan Banten, Cigede, dan ada juga Cimanuk yang berada di Pamanukan. Melalui peradangan laut, masyarakat dapat melakukan perdagangan dengan daerah atau negara lain. Untuk wilayah peradangan sendiri bisa mencapai pulau Sumatera dan bisa juga sampai dengan pulau Maladewa. Barang yang biasanya dijual belikan ialah barang yang berupa bahan makanan dan juga lada, tetapi yang lebih penting adalah beras. Untuk perdagangan yang ada di jalur darat juga memiliki peran yang penting, dimana jalan darat untuk perdagangan itu berpusat di Pakuan Pajajaran, ibu kota Kerajaan. Sedangkan jalan yang lainnya yakni menuju Timur dan gang lain menuju ke Barat. Jalan yang menuju ke Timur dapat menghubungkan Pakuan Pajajaran dengan Karang Sambung yang terletak di wilayah tepi Sungai Cimanuk, melalui Cileungsi dan Cibarusa kemudian membelok ke Karawang. Kemudian dari Tanjung Puraini di teruskan ke Cikal dan Purwakarta yang kemudian berakhir di Karang Sambung. Sedangkan Jalan lain yang menuju ke arah Barat, dimulai dari Pakuan Pajajaran melalui Jasinga dan juga Rangkasbitung, menuju Serang yang kemudian berakhir di Banten. Untuk jalan darat lain yang dimulai dari Pakuan Pajajaran menuju Ciampea mulai dari Muara Cianten. Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Pajajaran Kehidupan Sosial Budaya Kehidupan Sosial yang ada di masyarakat Pajajaran yakni berupa seniman, baik itu penari, pemain gamelan atau badut dan juga dari golongan petani dan peradangan. Sedangkan golongan jahat yang dianggap oleh masyarakat yakni berupa, tukang copet, pencuri, maling atau perampas. Sementara untuk Budaya yang ada di kerjaan ini dipengaruhi oleh agama Hindhu. Pengaruh dari agama tersebut dapat dilihat dari peninggalan yang ditinggalkan diantaranya adalah Prasasti, Batuk, kitab cerita dari Parahyangan dan juga terdapat Kitab Sanvyang Siskanda. Silsilah Kerajaan Pajajaran Siapa raja kerajaan pajajaran? Selain pendiri dari Kerajaan Pajajaran yakni Sri Jayabhupati, berikut ini merupakan beberapa raja-raja yang pernah tercatat menjadi pemimpin dari kerajaan. Berikut ini Silsilah Kerajaan Pajajaran ! Sri Baduga Maharaja 1482 â 1521, merupakan raja yang bertahta di Pakuan Bogor sekarang Surawisesa 1521 â 1535, merupakan raja yang bertahta di Pakuan Ratu Dewata 1535 â 1543, merupakan raja yang bertahta di Pakuan Ratu Sakti 1543 â 1551, merupakan raja yang bertahta di Pakuan Ratu Nilakendra 1551-1567, meninggalkan Pakuan karena mendapatkan serangan dari Hasanudin dan anaknya, Maulana Yusuf. Raga Mulya 1567 â 1579, raja yang dikenal sebagai Prabu Surya Kencana, memerintah dari Pandeglang. Peninggalan Kerajaan Pajajaran Kerajaan Pajajaran meninggalkan beberapa peninggalan-peninggalan yang bersejarah dan masih bisa kita lihat sampai sekarang. Peninggalan-peninggalan tersebut antara lain. Contoh Peninggalan Prasasti Prasasti Cikapundung Prasasti ini ditemukan pada tanggal 8 Oktober 2010 oleh masyarakat sekitar. Prasasti tersebut ditemukan di sekitar Sungai Cikapundung, Bandung. Dalam Prasasti tersebut ditemukannya sebuah tulisan Sunda kuno yang diperkirakan berasal dari abad ke-14, bukan hanya itu terdapat juga beberapa gambar. Seperti telapak tangan, wajah, telapak kaki dan 2 baris huruf Sunda Kuno dengan tulisan âUnggal Jagat Jalmah Hendakâ yang memiliki arti âSemua manusia di dunia bisa mengalami sesuatu apapunâ. Prasasti Huludayeuh Prasasti ini baru diketahui pada bulan September tahun 1991. Prasasti tersebut berada di tengah sawah Kampung Huludayeuh, desa Cikalahang, Kecamatan Sumber. Isi dari prasasti tersebut adalah sebelas baris tulisan dengan berbentuk aksara dan juga bahasa Sunda Kuno. Permukaan dari batu prasasti sudah rusak, karena pada saat penemuan prasasti dalam keadaan yang tidak utuh dan beberapa tulisan yang sudah hilang, sehingga isi dari prasasti tidak dapat terbaca. Tetapi secara garis besar, prasasti tersebut menceritakan tentang Sri Maharaja Ratu Haji di Pakwan Dua Sang Ratu Dewata yang masih berhubungan dengan beberapa usaha utnuk memakmurkan negerinya Prasasti Pasir Datar Prasasti ini ditemukan pada tahun 1872 tepatnya terletak di Pasir Datar, Cisande, Sukabumi yang sekarang sudah disimpan pada Museum Nasional Jakarta. Prasasti tersebut terbuat dari material batu alam dan isi dari prasasti masih belum bisa diartikan. Prasasti Perjanjian Sunda Portugis. Prasasti ini ditemukan pada tahun 1918 tepatnya di Jakarta. Prasasti yang berbentuk tugu batu tersebut merupakan tanda perjanjian dari Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Portugis. Prasasti ini ditemukan dengan cara penggalian saat membangun sebuah gudang yang ada di bagian sudut Prinsenstraat yang sekarang menjadi jalan cengkeh dan juga Groenestraat yang sekarang menjadi jalan Kali Besar Timur I dan masuk kedalam wilayah Jakarta Barat. Prasasti Ulubelu Prasasti ini ditemukan pada tahun 1936 tepatnya terletak di Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Kota agung, Lampung. Isi dari Prasasti ini adalah mantra tentang sebuah permohonan dan juga pertolongan yang akan ditujukan pada para Dewa utama yakni Batara Guru, Wisnu dan juga Brahmana serta Dewa sang penguasa tanah, air dan juga pohon untuk keselamatan dari segala musuh. Situs Karangkamulyan Peninggalan ini berada di Desa Karangkamulyan, Ciamis, Jawa Barat yang juga merupakan peninggalan dari Kerajaan Galuh Hindu-Buddha. Situs tersebut menceritakan tentang Ciung Wanara yang berkaitan dengan Kerajaan Galuh. Cerita tersebut ke tak dengan kisah dari pahlawan hebat yang mempunyai kesaktian dan juga keperkaasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa, dan hanya dimiliki oleh Ciung Wanara. Prasasti Kebon Kopi II Prasasti tersebut memiliki nama lain yakni Prasasti Pasir Muara yang merupakan peninggalan dari kerajaan Sunda Galuh, dan ditemukan pada sekitar Prasasti Kebon Kopi I. Prasasti ini ditemukan di Kampung Pasir Muara, Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bigor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada sekitar abad ke -19. Penutup Demikian penjelasan tentang Kerajaan Pajajaran, pembahasan yang dimulai dari sejarah, masa kejayaan dan masa runtuhnya kerajaan, cerita tentang kehidupan masyarakat yang ada pada saat itu, silsilah raja dan juga peninggalan dari kerajaan Pajajaran. Semoga artikel ini bisa bermanfaat dan bisa menambahkan wawasan buat kalian semua terutama pada bidang sejarah, karena sejarah bukan untuk dilupakan, tapi sejarah untuk dijaga dan dirawat! Kerajaan PajajaranSumber Artikel
Ilustrasi Kerajaan Demak. Sumber Charl Durand/ Demak berlokasi di pesisir Pantai Utara, lebih tepatnya berada di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Kehidupan politik Kerajaan Demak tidak bisa terlepas dari peran Wali Demak mengalami perkembangan yang sangat pesat ketika dipimpin oleh Sultan Trenggono. Sayangnya, kerajaan ini tidak berkuasa cukup lama sebab mengalami keruntuhan akibat perang saudara. Agar semakin jelas, simak ulasan di bawah ini!Kehidupan Politik Kerajaan DemakIlustrasi Kerajaan Demak. Sumber Serg Alesenko/ Komang Ayu Astiti dalam buku Pusat Kerajaan Kutai Kartanegara Abad XIII â XVII dalam Pembangunan Pariwisata Daerah menjelaskan bahwa Kerajaan Demak adalah salah satu kerajaan Islam di abad berdiri menjadi kerajaan, awalnya Demak adalah Kadipaten Glagahwangi dan berada di bawah kekuasaan Majapahit. Kemudian, pada tahun 1478 bersamaan dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit, Kadipaten Glagahwangi berusaha memisahkan itu, Raden Patah, putra Prabu Brawijaya V, mendirikan kerajaan baru dan dikenal sebagai Kerajaan Demak. Dalam kondisi demikian, bisa dikatakan bahwa Kerajaan Demak berdiri pada tahun 1481 dengan memanfaatkan kondisi Kerajaan Majapahit yang berdirinya Kerajaan Demak erat kaitannya dengan Wali Songo. Sebab, tidak lama setelah berdiri Kerajaan Demak, dibangunlah Masjid Agung Demak atas bantuan Wali hanya itu, Wali Songo juga menjadi penasihat Kerajaan Demak. Misalnya, Sunan Kudus yang berperan sebagai penasihat kerajaan sekaligus sebagai hakim Kalijaga juga mempunyai peran memberikan corak kepemimpinan dan mengatur dalam hidup bernegara. Atas dukungan inilah, Kerajaan Demak berpengaruh sangat kuat di tengah masyarakat Kerajaan Demak tidak hanya sebagai bukti revolusi sistem kepemimpinan di tanah Jawa, tetapi juga kelanjutan pola kepemimpinan secara masa Kerajaan Demak, jiwa bebas, musyawarah, dan kebersamaan adalah ciri kepemimpinan Islam yang dianut. Selama berdiri, kerajaan ini menjalankan diplomasi perkawinan dalam menyelesaikan pergolakan politik dan juga untuk meluaskan Kerajaan DemakKeruntuhan Kerajaan Demak bermula ketika Sultan Trenggono wafat pada tahun 1546. Setelah kematiannya, terjadi perebutan kekuasaan dan terjadilah perang Sekar Sedolepen seharusnya menjadi pewaris takhta, namun dibunuh oleh Sunan Prawoto. Selanjutnya, Arya Penangsang, putra Pangeran Sekar Sedolepen, balas dendam dan berhasil membunuh Sunan Prawoto dan para Arya Penangsang dikalahkan oleh Jaka Tingkir yang merupakan Adipati Pajang serta menantu dari Sultan Trenggono. Pada masa inilah, Kerajaan Demak mengalami keruntuhan dan mulailah pemerintahan di bawah kekuasaan Kerajaan penjelasan tentang kehidupan politik Kerajaan Demak serta keruntuhannya yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat! ek
Sejarah Kerajaan Sunda / Pasundan, Peninggalan, Wilayah, Raja, Masa Kejayaan dan Runtuhnya adalah kerajaan yang pernah ada antara tahun 932 dan 1579 Masehi di bagian Barat pulau Jawa Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang terletak di bagian Barat pulau Jawa provinsi Banten, Jakarta, dan Jawa Barat sekarang, antara tahun 932 dan 1579 Masehi. Berdasarkan sumber sejarah berupa prasasti dan naskah-naskah berbahasa Sunda Kuno KERAJAAN SUNDA dikatakan bahwa pusat kerajaan Sunda telah mengalami beberapa perpindahan. Kerajaan Sunda 669â1579 M, menurut naskah Wangsakerta merupakan kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa pada tahun 591 Caka Sunda 669 M. Menurut sumber sejarah primer yang berasal dari abad ke-16, kerajaan ini merupakan suatu kerajaan yang meliputi wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Banten, Jakarta, Provinsi Jawa Barat , dan bagian barat Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik yang menceriterakan perjalanan Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16, yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627, batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali âSungai Pamaliâ, sekarang disebut sebagai Kali Brebes dan Ci Serayu yang saat ini disebut Kali Serayu di Provinsi Jawa Tengah. Tome Pires 1513 dalam catatan perjalanannya, Suma Oriental 1513 â 1515, menyebutkan batas wilayah Kerajaan Sunda di sebelah timur sebagai berikut âSementara orang menegaskan bahwa kerajaan Sunda meliputi setengah pulau Jawa. Sebagian orang lainnya berkata bahwa Kerajaan Sunda mencakup sepertiga Pulau Jawa ditambah seperdelapannya lagi. Katanya, keliling Pulau Sunda tiga ratus legoa. Ujungnya adalah Ci Manuk.â Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Makalah Kerajaan Malaka Sejarah Dan Peninggalan Serta Pendirinya Menurut Naskah Wangsakerta, wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga daerah yang saat ini menjadi Provinsi Lampung melalui pernikahan antara keluarga Kerajaan Sunda dan Lampung. Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh Selat Sunda Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bawahan Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi memerintah hanya selama tiga tahun, 666â669 M, menikah dengan DĂ©wi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari Ganggasari, beliau memiliki dua anak, yang keduanya perempuan. DĂ©wi Manasih, putri sulungnya, menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang kedua, Sobakancana, menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayasa, yang selanjutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, Wretikandayun 612â702 memberontak, melepaskan diri dari Tarumanagara, serta mendirikan Kerajaan Galuh yang mandiri. Tarusbawa juga menginginkan melanjutkan kerajaan Tarumanagara, dan selanjutnya memindahkan kekuasaannya ke Sunda, di hulu sungai Cipakancilan dimana di daerah tersebut sungai Ciliwung dan sungai Cisadane berdekatan dan berjajar, dekat Bogor saat ini. Sedangkan Tarumanagara diubah menjadi bawahannya. Beliau dinobatkan sebagai raja Sunda pada hari Radite Pon, 9 Suklapaksa, bulan Yista, tahun 519 Saka kira-kira 18 Mei 669 M. Sunda dan Galuh ini berbatasan, dengan batas kerajaanya yaitu sungai Citarum Sunda di sebelah barat, Galuh di sebelah timur. Menurut Kitab Carita Parahyangan, Ibukota kerajaan Sunda mula-mula di Galuh, kemudian menurut Prasasti Sanghyang Tapak yang ditemukan di tepi sungai Cicatih, Cibadak Sukabumi, Isi dari prasasti itu tentang pembuatan daerah terlarang di sungai itu yang ditandai dengan batu besar di bagian hulu dan hilirnya. Oleh Raja Sri Jayabhupati, penguasa kerajaan Sunda. Di daerah larangan itu orang tidak boleh menangkap ikan dan hewan yang hidup di sungai itu. Tujuannya mungkin untuk menjaga kelestarian lingkungan agar ikan dan lain-lainnya tidak punah siapa yang berani melanggar larangan itu, ia akan dikutuk oleh dewa-dewa. Kerajaan Sunda beribu kota di Parahyangan Sunda. Asal Mula Kerajaan Pajajaran Sunda Sejarah menyebutkan bahwa awal berdirinya Kerajaan Pajajaran ini adalah pada tahun 923 dan pendirinya adalah Sri Jayabhupati. Bukti-bukti ini didapat dari Prasasti Sanghyang berumur 1030 Masehi yang ada di Suka Bumi. Lebih lanjut, rupanya Kerajaan Pajajaran ini didirikan setelah perpecahan Kerajaan Galuh yang dipimpin oleh Rahyang Wastu. Saat Rahyang Wastu meninggal maka Kerajaan Galuh terpecah menjadi dua. Satu dipimpin oleh Dewa Niskala dan yang satunya lagi dipimpin oleh Susuktunggal. Meskipun terpecah menjadi dua namun mereka memiliki derajat kedudukan yang sama. Asal muasal Kerajaan Pajajaran dimulai dari runtuhnya Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400 masehi. Saat itu Majapahit semakin lemah apalagi ditandai dengan keruntuhan masa pemerintahan Prabu Kertabumi atau Brawijaya ke lima, sehingga ada beberapa anggota kerajaan serta rakyat mereka yang mengungsi ke ibu kota Galuh di Kawali, wilayah Kuningan, di mana masuk provinsi Jawa Barat. Wilayah ini merupakan daerah kekusaaan dari Raja Dewa Niskala. Raja Dewa Niskala pun menyambut para pengungsi dengan baik, bahkan kerabat dari Prabu Kertabumi yaitu Raden Baribin dijodohkan dengan salah seorang putrinya. Tidak sampai di situ, Raja Dewa Niskala juga mengambil istri dari salah seorang pengungsi anggota kerajaan. Sayangnya, pernikahan antara Raja Dewa Niskala dengan anggota Kerajaan Majapahit tidak disetujui oleh Raja Susuktunggal karena ada peraturan bahwa pernikahan antara keturunan Sunda-Galuh dengan keturunan Kerajaan Majapahit tidak diperbolehkan. Peraturan ini ada sejak peristiwa Bubat. Karena ketidaksetujuan dari pihak Raja Susuktunggal terjadilah peperangan antara Susuktunggal dengan Raja Dewa Niskala. Agar perang tidak terus menerus berlanjut maka Dewan Penasehat ke dua kerajaan menyarankan jalan perdamaian. Jalan perdamaian tersebut ditempuh dengan menunjuk penguasa baru sedangkan Raja Dewa Niskala dan Raja Susuktunggal harus turun tahta. Kemudian ditunjuklah Jayadewata atau dikenal juga dengan sebutan Prabu Siliwangi yang merupakan putra dari Dewa Niskala sekaligus menantu dari Raja Susuktunggal. Jayadewata yang telah menjadi penguasa bergelar Sri Baduga Maharaja memutuskan untuk menyatukan kembali ke dua kerajaan. Dari persatuan ke dua kerajaan tersebut maka lahirlah Kerajaan Pajajaran pada tahun 1482. Oleh sebab itu, lahirnya Kerajaan Pajajaran ini dihitung saat Sri Baduga Maharaha berkuasa. Sumber Sejarah Dari catatan-catatan sejarah yang ada, baik dari prasasti, naskah kuno, maupun catatan bangsa asing, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini; antara lain mengenai wilayah kerajaan dan ibukota Pakuan Pajajaran. Mengenai raja-raja Kerajaan Sunda yang memerintah dari ibukota Pakuan Pajajaran, terdapat perbedaan urutan antara naskah-naskah Babad Pajajaran, Carita Parahiangan, dan Carita Waruga Guru. Selain naskah-naskah babad, Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan sejumlah jejak peninggalan dari masa lalu, seperti Prasasti Batu Tulis, Bogor Prasasti Sanghyang Tapak, Sukabumi Prasasti Kawali, Ciamis Prasasti Rakyan Juru Pangambat Prasasti Horren Prasasti Astanagede Tugu Perjanjian Portugis padrao, Kampung Tugu, Jakarta Taman perburuan, yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor Kitab cerita Kidung Sundayana dan Cerita Parahyangan Berita asing dari Tome Pires 1513 dan Pigafetta 1522 Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Kerajaan Banten Sejarah, Raja, Dan Peninggalan, Beserta Masa Kejayaannya Politik, Sosial, Ekonomi Dan Budaya Kehidupan Politik Kerajaan Sunda Menurut Tome Pires, kerajaan Sunda diperintah oleh Seorang raja. Raja tersebut berkuasa atas raja-raja di daerah yang dipimpinnya. Tahta kerajaan diberikan secara turun temurun kepada anaknya. Akan tetapi, apabila raja tidak memiliki anak maka yang menggantikannya adalah salah seorang raja daerah berdasarkan hasil pemilihannya. Akibat sumber-sumber sejarah yang sangat terbatas, aspek kehidupan politik tentang Kerajaan Sunda/Pajajaran hanya sedikit saja yang diketahui. Aspek kehidupan politik yang diketahui terbatas pada perpindahan pusat pemerintahan dan pergantian takhta raja. Secara berurutan pusat-pusat kerajaan itu adalah Galuh, Prahajyan Sunda, Kawali, dan Pakwan Pajajaran. Kerajaan Galuh Sejarah di Jawa Barat setelah Tarumanegara tidak banyak diketahui. Kegelapan itu sedikit tersingkap oleh Prasasti Canggal yang ditemukan di Gunung Wukir, Jawa Tengah berangka tahun 732 M. Prasasti Canggal dibuat oleh Sanjaya sebagai tanda kebesaran dan kemenangannya. Prasasti Canggal menyebutkan bahwa Sanjaya adalah anak Sanaha, saudara perempuan Raja Sanna. Dalam kitab Carita Parahyangan juga disebutkan nama Sanjaya. Menurut versi kitab Carita Parahyangan, Sanjaya adalah anak Raja Sena yang berkuasa di Kerajaan Galuh. Pusat Kerajaan Prahajyan Sunda Nama Sunda muncul lagi pada Prasasti Sahyang Tapak yang ditemukan di Pancalikan dan Bantarmuncang daerah Cibadak, Sukabumi. Prasasti itu berangka tahun 952 Saka 1030 M, berbahasa Jawa Kuno dengan huruf Kawi. Nama tokoh yang disebut adalah Maharaja Sri Jayabhupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabhuwanaman-daleswaranindita Haro Gowardhana Wikramottunggadewa, sedangkan daerah kekuasaannya disebut Prahajyan Sunda. Pusat Kerajaan Kawali Pada zaman pemerintahan siapa pusat Kerajaan Sunda mulai berada di Kawali tidak diketahui secara pasti. Akan tetapi, menurut prasasti di Astanagede Kawali, diketahui bahwa setidak-tidaknya pada masa pemerintahan Rahyang Niskala Wastu Kancana pusat kerajaan sudah berada di situ. Istananya bernama Surawisesa. Raja telah membuat selokan di sekeliling keraton dan mendirikan perkampungan untuk rakyatnya. Pusat Kerajaan Pakwan Pajajaran Setelah Raja Rahyang Ningrat Kancana jatuh, takhtanya digantikan oleh putranya, Sang Ratu Jayadewata. Pada Prasasti Kebantenan, Jayadewata disebut sebagai yang kini menjadi Susuhunan di Pakwan Pajajaran. Pada Prasasti Batutulis Sang Jayadewata disebut dengan nama Prabu Dewataprana Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Sejak pemerintahan Sri Baduga Maharaja, pusat kerajaan beralih dari Kawali ke Pakwan Pajajaran yang dalam kitab Carita Parahyangan disebut Sri Bima Unta Rayana Madura Suradipati. Menurut kitab Carita Parahyangan, raja menjalankan pemerintahan berdasarkan kitab hukum yang berlaku sehingga terciptalah keadaan aman dan tenteram, tidak terjadi kerusuhan atau perang. Daftar Raja Pajajaran Sri Baduga Maharaja 1482 â 1521, bertahta di Pakuan Bogor sekarang Surawisesa 1521 â 1535, bertahta di Pakuan Ratu Dewata 1535 â 1543, bertahta di Pakuan Ratu Sakti 1543 â 1551, bertahta di Pakuan Ratu Nilakendra 1551-1567, meninggalkan Pakuan karena serangan Hasanudin dan anaknya, Maulana Yusuf Raga Mulya 1567 â 1579, dikenal sebagai Prabu Surya Kencana, memerintah dari PandeglangMaharaja Jayabhupati Haji-Ri-Sunda Rahyang Niskala Wastu Kencana Rahyang Dewa Niskala Rahyang Ningrat Kencana Sri Baduga MahaRaja Hyang Wuni Sora Ratu Samian Prabu Surawisesa dan Prabu Ratu Dewata. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Sejarah Kerajaan Aceh Raja Pendiri, Peninggalan, Masa Kejayaan Dan Kehidupan Politik Kehidupan Sosial Kerajaan Sunda Berdasarkan kitab Sanghyang Siksakandang Karesian, kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Sunda dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain sebagai berikut. Kelompok Rohani dan Cendekiawan Kelompok rohani dan cendekiawan adalah kelompok masyarakat yang mempunyai kemampuan di bidang tertentu. Misalnya, brahmana yang mengetahui berbagai macam mantra, pratanda yang mengetahui berbagai macam tingkat dan kehidupan keagamaan, dan janggan yang mengetahui berbagai macam pemujaan, memen yang mengetahui berbagai macam cerita, paraguna mengetahui berbagai macam lagu atau nyanyian, dan prepatun yang memiliki berbagai macam cerita pantun. Kelompok Aparat Pemerintah Kelompok masyarakat sebagai alat pemerintah negara, misalnya bhayangkara bertugas menjaga keamanan, prajurit tentara, hulu jurit kepala prajurit. Kelompok Ekonomi Kelompok ekonomi adalah orang-orang yang melakukan kegiatan ekonomi. Misalnya, juru lukis pelukis, pande mas perajin emas, pande dang pembuat perabot rumah tangga, pesawah petani, dan palika nelayan. Kehidupan masyarakat Kerajaan Sunda adalah peladang, sehingga sering berpindah-pindah. Oleh karena itu, Kerajaan Sunda tidak banyak meninggalkan bangunan yang permanen, seperti keraton, candi atau prasasti. Candi yang paling dikenal dari Kerajaan Sunda adalah Candi Cangkuang yang berada di Leles, Garut, Jawa Barat. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sunda Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang masyarakatnya hidup dari pertanian, hasil pertaniannya menjadi pokok bagi pendapat kerajaan. Aneka hasil pertanian seperti lada, asam, beras, sayur mayur dan buah-buahan banyak dihasilkan masyarakat kerajaan Sunda, selain itu, ada juga golongan peternak Sapi, kambing, biri-biri dan babi adalah hewan yang banyak diperjualbelikan di bandar-bandar pelabuhan kerajaan Sunda. Menurut Tom Pires, kerajaan Sunda memiliki enam buah pelabuhan penting yang masing-masing di kepalai oleh seorang Syahbandar. mereka bertanggungjawab kepada raja dan bertindak atas nama raja di masing-masing pelabuhan, Banten, Pontang, Cigede, Tomgara, Kalapa dan Cimanuk adalah pelabuhan-pelabuhan yang dimiliki kerajaan Sunda. Kehidupan Budaya Kerajaan Sunda Kitab carita Parahyangan dan serta Dewabuda memberi petunjuk bahwa masyarakat kerajaan Sunda banyak mendapat pengaruh budaya Hindu dan Budha. Kedua budaya itu selanjutnya berbaur dengan unsur budaya leluhur yang telah ada sebelumnya. Kerajaan Sunda merupakan kerajaan pecahan dari kerajaan tarumanegara. Kerajaan Sunda beribu kota di Parahyangan Sunda. Sementara itu menurut prasasti Astana Gede Kawali â Ciamis ibu kota kerajaan Sunda berada di Pakwan Pajajaran. Mengenai perpindahan kerajaan ini tak diketahui alasannya. Akan tetapi, hal-hal yang bersifat ekonomi, keamanan, politik, atau bencana alam lazim menjadi alasan perpindahan pusat ibu kota suatu kerajaan. Kerajaan Sunda menguasai daerah Jawa Barat untuk waktu yang lama, diantara rajanya, yang terkenal adalah Jaya Bhupati dan Sri Baduga Maharaja. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Sejarah Kerajaan Singasari Awal Berdiri, Silsilah Raja, Masa Kejayaan Wilayah Kekuasaan dan Historiografi Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16, yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627, Batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali âSungai Pamaliâ, sekarang disebut sebagai Kali Brebes dan Ci Serayu yang saat ini disebut Kali Serayu di Provinsi Jawa Tengah. Menurut Naskah Wangsakerta, wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga daerah yang saat ini menjadi Provinsi Lampung melalui pernikahan antara keluarga Kerajaan Sunda dan Lampung. Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh Selat Sunda. Prasasti Kawali di Kabuyutan Astana GedĂ©, Kawali, Ciamis. Sapeninggal Prabu Bunisora, kekuasaan kembali lagi ke putra Linggabuana, Niskalawastukancana, yang kemudian memimpin selama 104 tahun 1371-1475. Dari isteri pertama, Nay Ratna Sarkati, ia mempunyai putera Sang Haliwungan Prabu Susuktunggal, yang diberi kekuasaan bawahan di daerah sebelah barat Citarum daerah asal Sunda. Prabu Susuktunggal yang berkuasa dari Pakuan Pajajaran, membangun pusat pemerintahan ini dengan mendirikan keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Pemerintahannya terbilang lama 1382-1482, sebab sudah dimulai saat ayahnya masih berkuasa di daerah timur. Dari Nay Ratna Mayangsari, istrinya yang kedua, ia mempunyai putera Ningratkancana Prabu DĂ©waniskala, yang meneruskan kekuasaan ayahnya di daerah Galuh 1475-1482. Susuktunggal dan Ningratkancana menyatukan ahli warisnya dengan menikahkan JayadĂ©wata putra Ningratkancana dengan Ambetkasih putra Susuktunggal. Tahun 1482, kekuasaan Sunda dan Galuh disatukan lagi oleh JayadĂ©wata, yang bergelar Sri Baduga Maharaja. Sapeninggal JayadĂ©wata, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya, Prabu SurawisĂ©sa 1521-1535, kemudian Prabu DĂ©watabuanawisĂ©sa 1535-1543, Prabu Sakti 1543-1551, Prabu NilakĂ©ndra 1551-1567, serta Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana 1567-1579. Prabu Suryakancana ini merupakan pemimpin kerajaan Sunda-Galuh yang terakhir, sebab setelah beberapa kali diserang oleh pasukan Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten, mengakibatkan kekuasaan Prabu Surya Kancana dan Kerajaan Pajajaran runtuh. PadrĂŁo Sunda Kalapa PadrĂŁo Sunda Kalapa 1522, sebuah pilar batu untuk memperingati perjanjian Sunda-Portugis, Museum Nasional Indonesia, Jakarta. Rujukan awal nama Sunda sebagai sebuah kerajaan tertulis dalam Prasasti Kebon Kopi II tahun 458 Saka 536 Masehi . Prasasti itu ditulis dalam aksara Kawi, namun, bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini terjemahannya sebagai berikut Batu peringatan ini adalah ucapan Rakryan Juru Pangambat, pada tahun 458 Saka, bahwa tatanan pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja Sunda. Beberapa orang berpendapat bahwa tahun prasasti tersebut harus dibaca sebagai 854 Saka 932 Masehi karena tidak mungkin Kerajaan Sunda telah ada pada tahun 536 AD, di era Kerajaan Tarumanagara 358-669 AD . Prasasti Sanghyang Tapak Terdiri dari 40 baris yang ditulis pada 4 buah batu. Empat batu ini ditemukan di tepi sungai Cicatih di Cibadak, Sukabumi. Prasasti-prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Kawi. Tanggal prasasti ini diperkirakan 11 Oktober 1030. Menurut Pustaka Nusantara, Parwa III sarga 1, Sri Jayabupati memerintah selama 12 tahun 952-964 saka 1030 â 1042AD. Sekarang keempat prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta, dengan kode D 73 Cicatih, D 96, D 97 dan D 98. Isi prasasti menurut Pleyte Perdamaian dan kesejahteraan. Pada tahun Saka 952 1030 M, bulan Kartika pada hari 12 pada bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, hari pertama, wuku Tambir. Hari ini adalah hari ketika raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro Gowardhana Wikramattunggadewa, membuat tanda pada bagian timur Sanghiyang Tapak ini. Dibuat oleh Sri Jayabupati Raja Sunda. Dan tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk melanggar aturan ini. Dalam bagian sungai dilarang menangkap ikan, di daerah suci Sanghyang Tapak dekat sumber sungai. Sampai perbatasan Sanghyang Tapak ditandai oleh dua pohon besar. Jadi tulisan ini dibuat, ditegakkan dengan sumpah. Siapa pun yang melanggar aturan ini akan dihukum oleh makhluk halus, mati dengan cara mengerikan seperti otaknya disedot, darahnya diminum, usus dihancurkan, dan dada dibelah dua. Prasasti Batutulis Keterangan tentang Raja Sri Baduga dapat kita jumpai dalam prasasti Batutulis yang ditemukan di Bogor. Ia adalah putra dari Ningrat Kancana. Sri Baduga merupakan raja yang besar. Ia membuat sebuah telaga yang diberi nama Telaga Rena Mahawijaya. Ia memerintahkan membangun parit di sekeliling ibukota kerajaannya yang bernama Pakwan Pajajaran. Raja Sri Baduga memerintah berdasarkan kitab hukum yang berlaku saat itu sehingga kerajaan menjadi aman dan tenteram. Raja-Raja Kerajaan Sunda Di bawah ini deretan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda menurut naskah PangĂ©ran Wangsakerta waktu berkuasa dalam tahun Masehi 1. Tarusbawa menantu Linggawarman, 669 â 723 2. Harisdarma, atawa Sanjaya menantu Tarusbawa, 723 â 732 3. Tamperan Barmawijaya 732 â 739 4. Rakeyan Banga 739 â 766 5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang 766 â 783 6. Prabu Gilingwesi menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 â 795 7. Pucukbumi Darmeswara menantu Prabu Gilingwesi, 795 â 819 8. Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon 819 â 891 9. Prabu Darmaraksa adik ipar Rakeyan Wuwus, 891 â 895 10. Windusakti Prabu DĂ©wageng 895 â 913 11. Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi 913 â 916 12. Rakeyan Jayagiri menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916 â 942 13. Atmayadarma Hariwangsa 942 â 954 14. Limbur Kancana putera Rakeyan Kamuning Gading, 954 â 964 15. Munding Ganawirya 964 â 973 16. Rakeyan Wulung Gadung 973 â 989 17. BrajawisĂ©sa 989 â 1012 18. DĂ©wa Sanghyang 1012 â 1019 19. Sanghyang Ageng 1019 â 1030 20. Sri Jayabupati Detya Maharaja, 1030 â 1042 21. Darmaraja Sang MoktĂ©ng Winduraja, 1042 â 1065 22. Langlangbumi Sang MoktĂ©ng Kerta, 1065 â 1155 23. Rakeyan Jayagiri Prabu MĂ©nakluhur 1155 â 1157 24. Darmakusuma Sang MoktĂ©ng Winduraja, 1157 â 1175 25. Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu 1175 â 1297 26. Ragasuci Sang MoktĂ©ng Taman, 1297 â 1303 27. Citraganda Sang MoktĂ©ng Tanjung, 1303 â 1311 28. Prabu LinggadĂ©wata 1311-1333 29. Prabu Ajiguna LinggawisĂ©sa 1333-1340 30. Prabu Ragamulya Luhurprabawa 1340-1350 31. Prabu Maharaja LinggabuanawisĂ©sa yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357 32. Prabu Bunisora 1357-1371 33. Prabu Niskalawastukancana 1371-1475 34. Prabu Susuktunggal 1475-1482 35. JayadĂ©wata Sri Baduga Maharaja, 1482-1521 36. Prabu SurawisĂ©sa 1521-1535 37. Prabu DĂ©watabuanawisĂ©sa 1535-1543 38. Prabu Sakti 1543-1551 39. Prabu NilakĂ©ndra 1551-1567 40. Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana 1567-1579 Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Kerajaan Sriwijaya Sumber Sejarah, Raja, Peninggalan, Masa Kejayaan Dan Keruntuhannya Peninggalan Kerajaan Sunda 1. Prasasti Cikapundung Prasasti ini ditemukan warga di sekitar sungai Cikapundung, Bandung pada 8 Oktober 2010. Batu prasasti bertuliskan huruf Sunda kuno tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-14. Selain huruf Sunda kuno, pada prasasti itu juga terdapat gambar telapak tangan, telapak kaki, dan wajah. Hingga kini para peneliti dari Balai Arkeologi masih meneliti batu prasasti tersebut. Batu prasasti yang ditemukan tersebut berukuran panjang 178 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 55 cm. Pada prasasti itu terdapat gambar telapak tangan, telapak kaki, wajah, dan dua baris huruf Sunda kuno bertuliskan âunggal jagat jalmah hendapâ, yang artinya semua manusia di dunia akan mengalami sesuatu. Peneliti utama Balai Arkeologi Bandung, Lutfi Yondri mengungkapkan, prasasti yang ditemukan tersebut dinamakan Prasasti Cikapundung. 2. Prasasti Pasir Datar Prasasti Pasir Datar ditemukan di Perkebunan Kopi di Pasir Datar, Cisande, Sukabumi pada tahun 1872 . Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta. Prasasti yang terbuat dari batu alah ini hingga kini belum ditranskripsi sehingga belum diketahui isinya. 3. Prasasti Huludayeuh Prasasti Huludayeuh berada di tengah persawahan di kampung Huludayeuh, Desa Cikalahang, Kecamatan Sumber dan setelah pemekaran wilayang menjadi Kecamatan Dukupuntang â Cirebon. Penemuan Prasasti Huludayeuh telah lama diketahui oleh penduduk setempat namun di kalangan para ahli sejarah dan arkeologi baru diketahui pada bulan September 1991. Prasasti ini diumumkan dalam media cetak Harian Pikiran Rakyat pada 11 September 1991 dan Harian Kompas pada 12 September 1991. Isi Prasasti Huludayeuh berisi 11 baris tulisan beraksa dan berbahasa Sunda Kuno, tetapi sayang batu prasasti ketika ditemukan sudah tidak utuh lagi karena beberapa batunya pecah sehingga aksaranya turut hilang. Begitupun permukaan batu juga telah sangat rusak dan tulisannya banyak yang turut aus sehingga sebagian besar isinya tidak dapat diketahui. Fragmen prasasti tersebut secara garis besar mengemukakan tentang Sri Maharaja Ratu Haji di Pakwan Sya Sang Ratu Dewata yang bertalian dengan usaha-usaha memakmurkan negrinya. 4. Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis adalah sebuah prasasti berbentuk tugu batu yang ditemukan pada tahun 1918 di Jakarta.. Prasasti ini menandai perjanjian Kerajaan SundaâKerajaan Portugal yang dibuat oleh utusan dagang Portugis dari Malaka yang dipimpin Enrique Leme dan membawa barang-barang untuk âRaja Samianâ maksudnya Sanghyang, yaitu Sang Hyang Surawisesa, pangeran yang menjadi pemimpin utusan raja Sunda. Prasasti ini didirikan di atas tanah yang ditunjuk sebagai tempat untuk membangun benteng dan gudang bagi orang Portugis. Prasasti ini ditemukan kembali ketika dilakukan penggalian untuk membangun fondasi gudang di sudut Prinsenstraat sekarang Jalan Cengkeh dan Groenestraat Jalan Kali Besar Timur I, sekarang termasuk wilayah Jakarta Barat. Prasasti tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, sementara sebuah replikanya dipamerkan di Museum Sejarah Jakarta 5. Prasasti Ulubelu Prasasti Ulubelu adalah salah satu dari prasasti yang diperkirakan merupakan peninggalan Kerajaan Sunda dari abad ke-15 M, yang ditemukan di Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Kotaagung,Lampung pada tahun 1936. Meskipun ditemukan di daerah lampung Sumatera bagian selatan, ada sejarawan yang menganggap aksara yang digunakan dalam prasasti ini adalah aksara Sunda Kuno, sehingga prasasti ini sering dianggap sebagai peninggalan Kerajaan Sunda. Anggapan sejarawan tersebut didukung oleh kenyataan bahwa wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga wilayah Lampung. Setelah Kerajaan Sunda diruntuhkan oleh Kesultanan Banten maka kekuasaan atas wilayah selatan Sumatera dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Isi prasasti berupa mantra permintaan tolong kepada kepada dewa-dewa utama, yaitu Batara Guru Siwa, Brahma, dan Wisnu, serta selain itu juga kepada dewa penguasa air, tanah, dan pohon agar menjaga keselamatan dari semua musuh. 6. Prasasti Kebon Kopi II Prasasti Kebonkopi II atau Prasasti Pasir Muara peninggalan kerajaan Sunda-Galuh ini ditemukan tidak jauh dari Prasasti Kebonkopi I yang merupakan peninggalan kerajaan tarumanegara dan dinamakan demikian untuk dibedakan dari prasasti pertama. Namun sayang sekali prasasti ini sudah hilang dicuri sekitar tahun 1940-an. Pakar F. D. K. Bosch, yang sempat mempelajarinya, menulis bahwa prasasti ini ditulis dalam bahasa Melayu Kuno, menyatakan seorang âRaja Sunda menduduki kembali tahtanyaâ dan menafsirkan angka tahun peristiwa ini bertarikh 932 Masehi. Prasasti Kebonkopi II ditemukan di Kampung Pasir Muara, desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada abad ke-19 ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi. Prasasti ini terletak kira-kira 1 km dari batu prasasti Prasasti Kebonkopi I Prasasti Tapak Gajah. 7. Situs Karangkamulyan Situs Karangkamulyan adalah sebuah situs yang terletak di Desa Karangkamulyan, Ciamis, Jawa Barat. Situs ini merupakan peninggalan dari zaman Kerajaan Galuh yang bercorak Hindu-Buddha. Legenda situs Karangkamulyan berkisah tentang Ciung Wanara yang berhubungan dengan Kerajaan Galuh. Cerita ini banyak dibumbui dengan kisah kepahlawanan yang luar biasa seperti kesaktian dan keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa namun dimiliki oleh Ciung Wanara. Kawasan yang luasnya kurang lebih 25 Ha ini menyimpan berbagai benda-benda yang diduga mengandung sejarah tentang Kerajaan Galuh yang sebagian besar berbentuk batu. Batu-batu ini letaknya tidaklah berdekatan tetapi menyebar dengan bentuknya yang berbeda-beda. Batu-batu ini berada di dalam sebuah bangunan yang strukturnya terbuat dari tumpukan batu yang bentuknya hampir sama. Struktur bangunan ini memiliki sebuah pintu sehingga menyerupai sebuah kamar. Batu-batu yang ada di dalam struktur bangunan ini memiliki nama dan menyimpan kisahnya sendiri, begitu pula di beberapa lokasi lain yang berada di luar struktur batu. Masing-masing nama tersebut merupakan pemberian dari masyarakat yang dihubungkan dengan kisah atau mitos tentang kerajaan Galuh seperti pangcalikan atau tempat duduk, lambang peribadatan, tempat melahirkan, tempat sabung ayam dan Cikahuripan. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Kerajaan Demak Sejarah, Raja, Dan Peninggalan, Beserta Masa Kejayaannya Lengkap Masa Kejayaan dan Keruntuhan Sejarah Kerajaan Pajajaran saat Mengalami Masa Kejayaan Masa-masa di mana Kerajaan Pajajaran mengalami kejayaan adalah pada saat pemerintahan Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaha. Bahkan sampai sekarang masa keemasan Prabu Siliwangi masih teringat di hati rakyat Jawa Barat. Sri Baduga Maharaha pada masa kejayaannya membangun sebuah telaga besar yang dia beri nama Maharena Wijaya. Selain itu, dia juga berhasil membangun sebuah jalan yang menghubungkan antara ibu kota dengan wilayah Wanagiri. Dari sana Sri Baduga Maharaha membangun banyak aspek Spiritual seperti menyarankan agar kegiatan-kegiatan agama dilakukan di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, dia juga membangun asrama para prajurit, kaputren, tempat pagelaran, memperkuat benteng pertahanan, merencanakan dan mengatur masalah upeti, dan menyusun peraturan atau undang-undang kerajaan. Semua kegiatan dan pembangunan yang dilakukan oleh Sri Baduga Maharaha ini terukir di dalam dua buah prasasti bersejarah yaitu prasasti Batutulis dan Prasasti Kabantenan. Di sana di tulis tentang bagaimana Sri Baduga Maharaha membangun seluruh aspek kehidupan kerajaannya. Sejarah tersebut pun diceritakan dengan pantun dan kisah Babad. Sejarah Kerajaan Pajajaran saat Mengalami Masa Keruntuhan Tercatat bahwa Kerajaan Pajajaran ini runtuh pada tahun 1579. Keruntuhan Pajajaran lebih banyak disebabkan oleh penyerangan yang dilakukan oleh Kasultanan Banten. Selain itu, keruntuhan ini ditandai oleh tahta atau singgasana Raja yang disebut Palangka Sriman Sriwacana dibawa oleh pasukan Maulana Yusuf dari Kerajaan Pajajaran ke Kraton Surosowan. Pemboyongan singgasana raja ini dilakukan sebagai tradisi sekaligus sebagai tanda bahwa tidak mungkin ada raja baru lagi yang bisa dinobatkan di Kerajaan Pajajaran. Akhirnya, Maulana Yusuf lah yang berkuasa di wilayah-wilayah Kerajaan Sunda. Jika Anda menengok bekas Kraton Surosowan di Banten, maka Anda bisa melihat terdapat reruntuhan Palang Sriman Sriwacana yang telah diboyong oleh Maulana Yusuf. Reruntuhan batu tersebut di sebut oleh masyarakat Banten sebagai Watu Gilang yang berarti berseri atau mengkilap. Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Cari
Di wilayah Jawa Barat muncul Kerajaan Sunda yang diduga merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanegara yang runtuh pada abad ke-7. Berita munculnya Kerajaan Sunda dapat diketahui dari Prasasti Canggal yang ditemukan di Gunung Wukir, Jawa Tengah berangka tahun 732 M. Dalam Prasasti Canggal disebutkan bahwa Sanjaya telah mendirikan tempat pemujaan di Kunjarakunja daerah Wukir. Ia adalah anak Sanaha, saudara perempuan Raja Sanna. Dalam kitab Carita Parahyangan dinyatakan bahwa Sanjaya adalah anak Raja Sena yang berkuasa di Kerajaan Galuh. Suatu ketika terjadi perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Rahyang Purbasora, saudara seibu dengan Raja Sena. Raja Sena berhasil dikalahkan dan melarikan diri ke Gunung Merapi berserta keluarganya. Selanjutnya Sanjaya, putra Sanaha berkuasa di Galuh. Beberapa waktu kemudian, Sanjaya pindah ke Jawa Tengah menjadi raja di Mataram, sedangkan Sunda dan Galuh diserahkan kepada putranya Rahyang Tamperan. Sampai sekarang para ahli masih berbeda pendapat mengenai keterkaitan antara tokoh Sanna dan Sanjaya di dalam Prasasti Canggal dengan Raja Sena dan Sanjaya di dalam kitab Carita Parahyangan. a. Kehidupan Politik Dalam waktu yang cukup lama tidak dapat diketahui perkembangan keadaan Kerajaan Sunda selanjutnya. Kerajaan Sunda baru muncul kembali pada abad ke-11 1030 ketika di bawah pemerintahan Maharaja SriJayabhupati. Nama Maharaja Sri Jayabhupati terdapat pada Prasasti Sanghyang Tapak yang ditemukan di Pancalikan dan Bantarmuncang di tepi Sungai Citatih, Cibadak, Sukabumi. Prasasti itu berangka tahun 952Saka 1030 M, berbahasa Jawa Kuno dengan huruf Kawi. Isinya, antara lainmenyebutkan bahwa Maharaja Sri Jayabhupati Jayamanahen Wisnumurti Samararijaya Sakalabhuwana Mandalesrananindita Haro Gowardhana Wikramottunggadewa berkuasa di Prahajyan Sunda. Prasasti Sanghyang Tapak juga berisi pembuatan daerah terlarangan di sebelah timur Sanghyang Tapak. Daerah itu berupa sebagian dari sungai yang ditandai dengan batu besar di bagian hulu dan hilir oleh Raja Jayabhupati penguasa Kerajan Sunda. Di daerah larangan itu, orang tidak boleh menangkap ikan dan segala hewan yang hidup di sungai tersebut. Siapa yang berani melanggar larangan itu, ia akan dikutuk oleh dewa. Orang yang terkena kutukan sangat mengerikan karena akan terbelah kepalanya, terminum darahnya, dan terpotong-potong ususnya. Tujuannya, mungkin untuk menjaga kelestarian lingkungan agar ikan dan binatang lainnya tidakpunah. Berdasarkan gelar yang digunakannya, menunjukkan ada kesamaannya dengan gelar Airlangga di Jawa Timur. Selain itu, masa pemerintahannya juga bersamaan. Ada dugaan bahwa di antara kedua kerajaan itu ada hubungan atau pengaruh. Namun, Sri Jayabhupati menegaskan bahwa dirinya sebagai Haji ri Sunda Raja di Sunda. Dengan demikian jelas bahwa Jayabhupati bukan merupakan raja bawahan Airlangga. Pada masa pemerintahan Sri Jayabhuptai, pusat Kerajaan Sunda ialah Pakwan Pajajaran. Akan tetapi, tidak lama kemudian pusat kerajaanya dipindahkan ke Kawali daerah Cirebon sekarang. Kawali dekat denganGaluh, yakni pusat Kerajaan Sunda masa Sanjaya. Agama yang dianut Sri Jayabhupati ialah Hindu aliran Wisnu atau Hindu Waisnawa. Hal ini dapat diketahui dari gelarnya, yaitu Wisnumurti Agama yang sama juga dianut oleh Airlangga. Dengan , ada kemungkinan bahwa pada abad ke-11 agama yang berkembang di Jawa adalah Hindu Waisnawa. Setelah masa pemerintahan Jayabhupati, pada tahun 1350 yang menjadi raja di Kerajaan Sunda adalah Prabu Maharaja. Ia mempunyai seorang putri bernama Dyah Pitaloka. Putri itu akan dijadikan istri oleh RajaMajapahit, Hayam Wuruk. Raja Sunda bersama para pengiringnya datang ke Majaphit mengantarkan putrinya untuk menikah. Akan tetapi, Gajah Mada menginginkan agar putri itu dipersembahkan sebagai tanda takhluk. Akhirnya timbul perang. Gajah Mada ingin memaksanakan kehendaknya, sebab Kerajaan Sunda adalah satu-satunya kerajaan yang belum tunduk di bawah kekuasaan Majapahit. Ini berarti, Sumpah Palapa tidak bisa terwujud sepenuhnya. Kebetulan, Raja Sunda datang untuk menikahkan putrinya dengan Hayam Wuruk. Ini adalah kesempatan yang baik untuk menaklukkan Sunda. Prabu Maharaja berperang melawan tentara Majapahit yang dipimpin Gajah Mada di daerah Bubat pada tahun 1357. Kekuatan tentara Sunda tidak seimbang dengan kekuatan tentara Gajah Mada. Dalam pertempuran itu, Raja Sunda bersama putri Dyah Pitaloka dan para pengiringnya terbunuh. Kematian Raja Sunda dan calon istrinya membuat Raja Hayam Wuruk marah besar kepada Gajah Mada. Gajah Mada kemudian diberhentikan sebagai Mahapatih Majapahit. Sejak itulah hubungan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada retak. Prabu Maharaja digantikan oleh putranya yang bernama Rahyang Nsikala Wastu Kancana. Menurut kitab Carita Parahyangan, pada waktu terjadi Perang Bubat, Wastukancana baru berumur 5 tahun. Ia tidak ikut ke Majapahit sehingga selamat dari kematian. Dalam pemerintahan, Wastukancana diwakili oleh Rahyang Bunisora yang berlangsung sekitar 14 tahun 1357â1371. Setelah naik takhta, Wastu Kancana sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Ia memerintah sesuai denganundang-undang dan taat pada agamanya. Oleh karena itu, kerajaannya aman dan makmur. Masa pemerintahan Wastu Kancana cukup lama 1371â1471. Pengganti Wastu Kancana adalah Tohaan di Galuh atau Rahyang Ningrat Kancana. Ia memegang pemerintahan selama tujuh tahun 1471â1478. Setelah itu, Kerajaan Sunda berada di bawah pemerintahan Sang Ratu Jayadewata 1482â1521. Pada Prasasti Kebantenan, Jayadewata disebut sebagai Susuhunan di Pakwan Pajajaran. Pada Prasasti Batu Tulis, Sang Ratu Jayadewata disebut dengan nama Sri Baduga Maharaja. Ia adalah putra Ningrat Kancana. Di bawahpemerintahan Sang Ratu Jayadewata, Kerajaan Sunda mencapai puncak kejayaannya. Ia membuat sebuah telaga yang diberi nama Telaga Rena Mahawijaya. Ia juga memerintahkan membuat parit di sekeliling ibu kota kerajaan yang bernama Pakwan Pajajaran. Raja Sri Baduga memerintah berdasarkan kitab hukum yang berlaku saat itu, sehingga kerajaan menjadi aman, tenteram, dan sejahtera. Sang Ratu Jayadewata, telah memperhitungkan adanya pengaruh Islam yang makin meluas di Kerajaan Sunda. Untuk mengantisipasinya, Sang Ratu menjalin hubungan dengan Portugis di Malaka. Dari berita Portugis, dapat diperoleh keterangan bahwa pada tahun 1512 dan 1521, Ratu Samiam dari Kerajaan Sunda memimpin perutusan ke Malaka untuk mencari sekutu. Pada waktu itu, Malaka telah berada di bawah kekuasaan tahun 1522, perutusan Portugis di bawah pimpinan Hendrik de Leme datang ke Kerajaan Sunda. Pada waktu itu, Kerajaan Sunda berada di bawah pemerintahan Ratu Samiam. Ratu Samiam menurut para ahlisama dengan Prabu Surawisesa yang disebut dalam kitab Carita Parahyangan. Masa pemerintahannya berlangsung dari tahun 1521â1535. Jika hal itu benar maka pada waktu ia memimpin perutusan ke Malaka, Surawisesa Ratu Samiam masih menjadi putra mahkota. Pada masa pemerintahannya, terjadi serangan tentara Islam di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin dari Kerajaan Banten. Beberapa kali tentaraIslam berusaha merebut ibu kota Kerajaan Sunda, tetapi belum berhasil. Pada tahun 1527, Sunda Kelapa yang merupakan pelabuhan terbesar Kerajaan Sunda jatuh ke tangan tentara Islam. Akibatnya, hubungan pusat Kerajaan Sunda di pedalaman dengan daerah luar terputus. Satu per satu, pelabuhan Kerajaan Sunda jatuh ke tangan kekuasaan Kerajaan Banten sehingga Raja Sunda terpaksa bertahan di Surawisesa digantikan oleh Prabu Ratu Dewata 1535â1543. Kerajaan Sunda hanya bertahan di pedalaman. Pada masa itu, sering terjadi serangan terhadap Kerajaan Sunda dari Kerajaan Banten. Hal ini sesuai dengan kitab Purwaka Caruban Nagari yang berkaitan dengan sejarah Cirebon. Dalam naskah tersebut dinyatakan bahwa pada abad ke-15 di Cirebon telah berdiri perguruan Islam jauh sebelum Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati berdakwah menyebarkan agama Islam. Ratu Dewata kemudian digantikan oleh Sang Ratu Saksi 1543â1551. Ia seorang raja yang kejam dan senang berfoya-foya. Ratu Saksi kemudian digantikan oleh Tohaan di Majaya 1551â1567. Ia juga seorang raja yang suka berfoya-foya dan mabuk-mabukan. Raja terakhir Kerajaan Sunda ialah Nusiya Mulya. Kerajaan Sunda sudah lemah sekali sehingga tidak mampu bertahan dari serangan tentara Islam dari Banten dan runtuhlah Kerajaan Sunda di Jawa Barat. b. Kehidupan Sosial Ekonomi Berdasarkan kitab Sanghyang Siksakandang Karesian, kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Sunda dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain sebagai berikut. 1 Kelompok Rohani dan Cendekiawan Kelompok rohani dan cendekiawan adalah kelompok masyarakat yang mempunyai kemampuan di bidang tertentu. Misalnya, brahmana yang mengentahui berbagai macam mantra, pratanda yang mengetahui berbagai macam tingkat dan kehidupan keagamaan, dan janggan yang mengetahui berbagai macam pemujaan, memen yang mengetahui berbagai macam cerita, paraguna mengetahui berbagai macam lagu atau nyanyian, dan prepatun yang memiliki berbagai macam cerita pantun. 2 Kelompok Aparat Pemerintah Kelompok masyarakat sebagai alat pemerintah negara, misalnya bhayangkara bertugas menjaga keamanan, prajurit tentara, dan hulu jurit kepala prajurit. 3 Kelompok Ekonomi Kelompok ekonomi adalah orang-orang yang melakukan kegiatan ekonomi. Misalnya, juru lukis pelukis, pande mas perajin emas, pande dang pembuat perabot rumah tangga, pesawah petani, dan palika nelayan. Pada masa kekuasaan raja-raja Sunda, kehidupan sosial ekonomi masyarakat cukup mendapatkan perhatian. Meskipun pusat kekuasaan Kerajaan Sunda berada di pedalaman, namun hubungan dagang dengan daerah atau bangsa lain berjalan baik. Kerajaan Sunda memiliki pelabuhanpelabuhan penting, seperti Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda kelapa, dan Cimanuk. Di kota-kota pelabuhan tersebut diperdagangkan lada, beras, sayur-sayuran, buah-buahan, dan hewan piaraan. Di samping kegiatan perdagangan, pertanian merupakan kegiatan mayoritas rakyat Sunda. Berdasarkan kitab Carita Parahyangan dapat diketahui bahwa kehidupan ekonomi masyarakat Kerajaan Sunda umumnya bertani, khususnya berladang berhuma. Misalnya, pahuma paladang, panggerek pemburu, dan penyadap. Ketiganya merupakan jenis pekerjaan di ladang. Aktivitas berladang memiliki ciri kehidupan selalu berpindahpindah. Hal ini menjadi salah satu bagian dari tradisi sosial Kerajaan Sunda yang dibuktikan dengan sering pindahnya pusat kerajaan Sunda. Selain bertani, kehidupan masyarakat kerajaan Sunda juga berdagang. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya enam buah kota bandar yang cukup penting dan ramai dikunjungi para pedangan dari berbagai daerah atau bangsa lain. Melalui keenam bandar tersebut, dilakukan usaha perdagangan dengan pihak luar. c. Kehidupan Budaya Kehidupan masyarakat Kerajaan Sunda adalah peladang sehingga sering berpindah-pindah. Oleh karena itu, Kerajaan Sunda tidak banyak meninggalkan bangunan yang permanen, seperti keraton, candi, dan prasasti. Candi yang paling dikenal dari Kerajaan Sunda adalah Candi Cangkuang yang berada di Leles, Garut, Jawa Barat. Hasil budaya masyarakat Kerajaan Sunda yang lain berupa karya sastra, baik tertulis maupun lisan. Bentuk sastra tertulis, misalnya kitab Carita Parahyangan, sedangkan bentuk sastra lisan berupa pantun, seperti Haturwangi dan Siliwangi Raja-Raja Kerajaan Sunda Di bawah ini deretan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda menurut naskah PangĂ©ran Wangsakerta waktu berkuasa dalam tahun Masehi 1. Tarusbawa menantu Linggawarman, 669 â 723 2. Harisdarma, atawa Sanjaya menantu Tarusbawa, 723 â 732 3. Tamperan Barmawijaya 732 â 739 4. Rakeyan Banga 739 â 766 5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang 766 â 783 6. Prabu Gilingwesi menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 â 795 7. Pucukbumi Darmeswara menantu Prabu Gilingwesi, 795 â 819 8. Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon 819 â 891 9. Prabu Darmaraksa adik ipar Rakeyan Wuwus, 891 â 895 10. Windusakti Prabu DĂ©wageng 895 â 913 11. Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi 913 â 916 12. Rakeyan Jayagiri menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916 â 942 13. Atmayadarma Hariwangsa 942 â 954 14. Limbur Kancana putera Rakeyan Kamuning Gading, 954 â 964 15. Munding Ganawirya 964 â 973 16. Rakeyan Wulung Gadung 973 â 989 17. BrajawisĂ©sa 989 â 1012 18. DĂ©wa Sanghyang 1012 â 1019 19. Sanghyang Ageng 1019 â 1030 20. Sri Jayabupati Detya Maharaja, 1030 â 1042 21. Darmaraja Sang MoktĂ©ng Winduraja, 1042 â 1065 22. Langlangbumi Sang MoktĂ©ng Kerta, 1065 â 1155 23. Rakeyan Jayagiri Prabu MĂ©nakluhur 1155 â 1157 24. Darmakusuma Sang MoktĂ©ng Winduraja, 1157 â 1175 25. Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu 1175 â 1297 26. Ragasuci Sang MoktĂ©ng Taman, 1297 â 1303 27. Citraganda Sang MoktĂ©ng Tanjung, 1303 â 1311 28. Prabu LinggadĂ©wata 1311-1333 29. Prabu Ajiguna LinggawisĂ©sa 1333-1340 30. Prabu Ragamulya Luhurprabawa 1340-1350 31. Prabu Maharaja LinggabuanawisĂ©sa yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357 32. Prabu Bunisora 1357-1371 33. Prabu Niskalawastukancana 1371-1475 34. Prabu Susuktunggal 1475-1482 35. JayadĂ©wata Sri Baduga Maharaja, 1482-1521 36. Prabu SurawisĂ©sa 1521-1535 37. Prabu DĂ©watabuanawisĂ©sa 1535-1543 38. Prabu Sakti 1543-1551 39. Prabu NilakĂ©ndra 1551-1567 40. Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana 1567-1579 Peninggalan Kerajaan Sunda 1. Prasasti Cikapundung Prasasti ini ditemukan warga di sekitar sungai Cikapundung, Bandung pada 8 Oktober 2010. Batu prasasti bertuliskan huruf Sunda kuno tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-14. Selain huruf Sunda kuno, pada prasasti itu juga terdapat gambar telapak tangan, telapak kaki, dan wajah. Hingga kini para peneliti dari Balai Arkeologi masih meneliti batu prasasti tersebut. Batu prasasti yang ditemukan tersebut berukuran panjang 178 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 55 cm. Pada prasasti itu terdapat gambar telapak tangan, telapak kaki, wajah, dan dua baris huruf Sunda kuno bertuliskan âunggal jagat jalmah hendapâ, yang artinya semua manusia di dunia akan mengalami sesuatu. Peneliti utama Balai Arkeologi Bandung, Lutfi Yondri mengungkapkan, prasasti yang ditemukan tersebut dinamakan Prasasti Cikapundung. 2. Prasasti Pasir Datar Prasasti Pasir Datar ditemukan di Perkebunan Kopi di Pasir Datar, Cisande, Sukabumi pada tahun 1872 . Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta. Prasasti yang terbuat dari batu alah ini hingga kini belum ditranskripsi sehingga belum diketahui isinya. 3. Prasasti Huludayeuh Prasasti Huludayeuh berada di tengah persawahan di kampung Huludayeuh, Desa Cikalahang, Kecamatan Sumber dan setelah pemekaran wilayang menjadi Kecamatan Dukupuntang â Cirebon. Penemuan Prasasti Huludayeuh telah lama diketahui oleh penduduk setempat namun di kalangan para ahli sejarah dan arkeologi baru diketahui pada bulan September 1991. Prasasti ini diumumkan dalam media cetak Harian Pikiran Rakyat pada 11 September 1991 dan Harian Kompas pada 12 September 1991. Isi Prasasti Huludayeuh berisi 11 baris tulisan beraksa dan berbahasa Sunda Kuno, tetapi sayang batu prasasti ketika ditemukan sudah tidak utuh lagi karena beberapa batunya pecah sehingga aksaranya turut hilang. Begitupun permukaan batu juga telah sangat rusak dan tulisannya banyak yang turut aus sehingga sebagian besar isinya tidak dapat diketahui. Fragmen prasasti tersebut secara garis besar mengemukakan tentang Sri Maharaja Ratu Haji di Pakwan Sya Sang Ratu Dewata yang bertalian dengan usaha-usaha memakmurkan negrinya. 4. Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis adalah sebuah prasasti berbentuk tugu batu yang ditemukan pada tahun 1918 di Jakarta.. Prasasti ini menandai perjanjian Kerajaan SundaâKerajaan Portugal yang dibuat oleh utusan dagang Portugis dari Malaka yang dipimpin Enrique Leme dan membawa barang-barang untuk âRaja Samianâ maksudnya Sanghyang, yaitu Sang Hyang Surawisesa, pangeran yang menjadi pemimpin utusan raja Sunda. Prasasti ini didirikan di atas tanah yang ditunjuk sebagai tempat untuk membangun benteng dan gudang bagi orang Portugis. Prasasti ini ditemukan kembali ketika dilakukan penggalian untuk membangun fondasi gudang di sudut Prinsenstraat sekarang Jalan Cengkeh dan Groenestraat Jalan Kali Besar Timur I, sekarang termasuk wilayah Jakarta Barat. Prasasti tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, sementara sebuah replikanya dipamerkan di Museum Sejarah Jakarta 5. Prasasti Ulubelu Prasasti Ulubelu adalah salah satu dari prasasti yang diperkirakan merupakan peninggalan Kerajaan Sunda dari abad ke-15 M, yang ditemukan di Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Kotaagung,Lampung pada tahun ditemukan di daerah lampung Sumatera bagian selatan, ada sejarawan yang menganggap aksara yang digunakan dalam prasasti ini adalah aksara Sunda Kuno, sehingga prasasti ini sering dianggap sebagai peninggalan Kerajaan Sunda. Anggapan sejarawan tersebut didukung oleh kenyataan bahwa wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga wilayah Lampung. Setelah Kerajaan Sunda diruntuhkan oleh Kesultanan Banten maka kekuasaan atas wilayah selatan Sumatera dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Isi prasasti berupa mantra permintaan tolong kepada kepada dewa-dewa utama, yaitu Batara Guru Siwa, Brahma, dan Wisnu, serta selain itu juga kepada dewa penguasa air, tanah, dan pohon agar menjaga keselamatan dari semua musuh. 6. Prasasti Kebon Kopi II Prasasti Kebonkopi II atau Prasasti Pasir Muara peninggalan kerajaan Sunda-Galuh ini ditemukan tidak jauh dari Prasasti Kebonkopi I yang merupakan peninggalan kerajaan tarumanegara dan dinamakan demikian untuk dibedakan dari prasasti pertama. Namun sayang sekali prasasti ini sudah hilang dicuri sekitar tahun 1940-an. Pakar F. D. K. Bosch, yang sempat mempelajarinya, menulis bahwa prasasti ini ditulis dalam bahasa Melayu Kuno, menyatakan seorang âRaja Sunda menduduki kembali tahtanyaâ dan menafsirkan angka tahun peristiwa ini bertarikh 932 Masehi. Prasasti Kebonkopi II ditemukan di Kampung Pasir Muara, desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada abad ke-19 ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi. Prasasti ini terletak kira-kira 1 km dari batu prasasti Prasasti Kebonkopi I Prasasti Tapak Gajah. 7. Situs Karangkamulyan Situs Karangkamulyan adalah sebuah situs yang terletak di Desa Karangkamulyan, Ciamis, Jawa Barat. Situs ini merupakan peninggalan dari zaman Kerajaan Galuh yang bercorak Hindu-Buddha. Legenda situs Karangkamulyan berkisah tentang Ciung Wanara yang berhubungan dengan Kerajaan Galuh. Cerita ini banyak dibumbui dengan kisah kepahlawanan yang luar biasa seperti kesaktian dan keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa namun dimiliki oleh Ciung Wanara. Kawasan yang luasnya kurang lebih 25 Ha ini menyimpan berbagai benda-benda yang diduga mengandung sejarah tentang Kerajaan Galuh yang sebagian besar berbentuk batu. Batu-batu ini letaknya tidaklah berdekatan tetapi menyebar dengan bentuknya yang berbeda-beda. Batu-batu ini berada di dalam sebuah bangunan yang strukturnya terbuat dari tumpukan batu yang bentuknya hampir sama. Struktur bangunan ini memiliki sebuah pintu sehingga menyerupai sebuah kamar. Batu-batu yang ada di dalam struktur bangunan ini memiliki nama dan menyimpan kisahnya sendiri, begitu pula di beberapa lokasi lain yang berada di luar struktur batu. Masing-masing nama tersebut merupakan pemberian dari masyarakat yang dihubungkan dengan kisah atau mitos tentang kerajaan Galuh seperti pangcalikan atau tempat duduk, lambang peribadatan, tempat melahirkan, tempat sabung ayam dan Cikahuripan. Penelusuran yang terkait dengan Kerajaan Sunda kerajaan sunda pajajaran raja kerajaan sunda kehidupan politik kerajaan sunda kerajaan sunda galuh raja-raja kerajaan sunda raja terkenal kerajaan sunda peristiwa penting kerajaan sunda kerajaan sunda empire Daftar Pustaka Ari Listiyani, Dwi. 2009. Sejarah untuk kelas X. Jakarta. Erlangga. 2007. Sejarah untuk SMA/MA kelas X. Jakarta. Erlangga
kehidupan politik kerajaan sunda